Pages

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 13 Juni 2011

VAKSIN HEPATITIS B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati.  Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.
Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.

Diagnosis
Dibandingkan virus HIV, virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Kebanyakan gejala Hepatitis B tidak nyata.
Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. 
Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh.
Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis.

Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular.
  • Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
  • Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama (Hanya jika penderita memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi berdarah,dll) atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita.
Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis dan HIV.
Sesungguhnya, tidak semua yang positif Hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan pasangannya untuk menenularan penyakit ini.

Perawatan
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik.
Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa ( Uniferon).
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale).selain itu juga ada pengobatan alternatif lain Hepatitis B Dari Wikipedia seperti hijamah/bekam yang bisa menyembuhkan segala penyakit hepatitis, asal dilakukan dengan benar dan juga dengan standar medis.

Minggu, 12 Juni 2011

VAKSIN UNTUK IMUNISASI BALITA

Vaksinasi atau yang lebih sering disebut dengan imunisasi adalah pemberian suatu vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Pada 1977, WHO memulai program imunisasi di Indonesia yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Sebenarnya banyak sekali macam imunisasi yang dicanangkan oleh pemerintah, namun hanya lima jenis imunisasi untuk balita yang diwajibkan, yakni:
1.  vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
Berupa bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan yang digunakan untuk mencegah penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG terbukti 80% efektif mencegah TBC selama 15 tahun, namun efeknya bergantung pada keadaan geografis. Imunisasi BCG hanya dilakukan sekali yakni ketika bayi berusia 0-11 bulan.
2.  vaksin DPT/DTP
Merupakan campuran dari tiga vaksin yang diberikan untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin ini diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan jarak waktu antar pemberian  minimal empat minggu. Kemudian diberikan lagi pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
3.  vaksin polio
Dibuat dari poliovirus yang dilemahkan. Biasanya diberikan kepada anak-anak dengan meneteskannya ke dalam mulut untuk mencegah terjadinya penularan virus polio dari lingkungan. Imunisasi pertama kali dilakukan setelah bayi lahir, dilanjutkan pada usia 2, 4, 6, dan 18 bulan. Yang terakhir, vaksin polio diberikan saat berumur 4 hingga 6 tahun. Vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT.
4.  vaksin campak
Penyakit campak hanya menyerang satu kali dalam seumur hidup. Imunisasi ini dilakukan satu kali pada bayi usia 9-11 bulan dengan disuntik pada bagian lengan atas.
5.  vaksin Hepatitis B
Karena hepatitis B merupakan jenis hepatitis yang paling berbahaya dan dapat menyebabkan kematian, vaksin ini sangat penting untuk diberikan sebagai pencegahan, mengingat hingga sekarang belum ditemukan obat untuk mengobati orang yang telah terjangkit. Berupa virus yang dilemahkan dan biasanya diberikan tak lama setelah bayi dilahirkan.
Imunisasi sangat penting dilakukan pada balita karena pada umur tersebut mereka masih sangat rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua lebih memperhatikan jadwal imunisasi bagi anaknya.

Jumat, 10 Juni 2011

KOMUNIKASI DAN KONSELING PADA IBU HAMIL

Manusia pada hakikatnya adalah mahluk social, yang dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari kegiatan interaksi dan komunikasi. Komunikasi merupakan bagian integral kehidupan manusia, apa pun statusnya di masyarakat. Sebagai mahluk social, kegiatan shari-hari selalu berhubungan dengan orang lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Dalam perilaku manusia, komunikasi merupakan proses khusus dan bermakna. Pada profesi kebidanan, komunikasi menjadi penting karena merupakan metode utama dalam memberikan asuhan kebidanan.
Bidan perlu memahami dan mengaplikasikan konsep dan proses komunikasi untuk meningkatkan hubungan saling percaya dengan klien yang akan membantu perubahan perilaku klien ke arah yang positif. Dalam praktik kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh keterampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang baik kepada klien. Karena melalui komunikasi yang efektif serta konseling yang berhasil, kelangsungan dan kesinambungan penggunaan jasa pelayanan bidan untuk kesehatan perempuan selama siklus kehidupan akan tercapai.
Pengertian komunikasi banyak dikemukakan oleh para ahli, diantanya :
1.  Menurut Taylor (1993) komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam komunikasi terjadi penambahan pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi sehingga mendapatkan pengetahuan.
2.      Menurut Burgess (1988) komunikasi adalah proses penyampaian informasi, makna, dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Hal ini berarti penerusan informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan dalam komunikasi.
Menurut Yuwono (1985) komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang yang diinginkan dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang diinginkan penerima informasi.

Intinya komunikasi adalah merupakan seni penyampaian informasi (pesan, ide, sikap, atau gagasan) dari komunikator atau penyampai berita, untuk mengubah serta membentuk perilaku komunikan atau penerima berita (pola, sikap, pandangan, dan pemahamannya), ke pola dan pemahaman yang dikehendaki bersama.

KOMUNIKASI PADA WANITA HAMIL
Konseling yang diberikan oleh bidan pada trimester dan kedua adalah pemberian informasi tentang perubahan yang terjadi pada perubahan janin sesuai dengan usia kehamilan, serta perubahan yang terjadi pada ibu sendiri dan pencegahannya setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya selama periode kehamilan.
Adapun pelaksanaan komunikasi bagi ibu hamil, bidan diharapkan : ’
Mampu melaksanakan asuhan dan tindakan pemeriksaan, pendidikan kesehatan dan segala bentuk pelayanan kebidanan ibu hamil;
a)      Dengan adanya komunikasi terapeutik diharapkan dapat meredam permasalahan psikososial yang berdampak negatif bagi kehamilan;
b)      Membantu ibu sejak pra konsepsi untuk mengorganisasikan perasaannya, pikirannya untuk menerima dan memelihara kehamilannya. Setiap kali kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang paling penting kunjungan pada :
a.       TM pertama (sebelum minggu ke 14)
-          Mendeteksi masalah dan menanganinya
-          Melakukan tindakan pencegahan seperti anemia
-          Mendorong perilaku yang sehat
b.      TM kedua (sebelum minggu ke 28)
-          Kewaspadaan khusus mengenai penyakit yang diderita ibu
c.       TM ketiga (antara minggu ke 28-30)
-          Palpasi abdomen untuk mengetahui ada kehamilan ganda
d.      TM ketiga (setelah minggu ke 36)
-          Deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di Rumah Sakit
·         Memberikan Konseling
-          Gizi : Mengkomsumsi makanan yang mengandung protein, zat besi, minum yang cukup
-          Perubahan Fisiologi : Tambah BB, Perubahan payudara, tingkat tenaga yang bisa menuru, mual selama TM pertama, rasa panas, Varices.
·         Tanda-tanda bahaya kehamilan
-          Perdarahan Pervaginam
-          Sakit kepala lebih dari biasa
-          Gangguan penglihatan
-          Pembengkakan pada wajah/ tangan
-          Nyeri abdomen
-          Keluar cairan pervaginam
-          Gerakan janin tidak terasa
-          Kebiasaan yang perlu dihindari
-          Bidan memberitahukan kepada ibu hamil agar ibu tersebut mengurangi garam mencegah preeklamsi
-          Bidan menganjurkan kepada ibu hamil agar ibu membatasi hubungan seksual untuk mencegah abortus dan kelahiran premature
-          Bidan menganjurkan pemberian kalsium untuk mencegah kram pada kaki
-          Bidan menganjurkan kepada ibu hamil agar membatasi makan dan minum untuk mencegah bayi besar.
·         Perubahan Yang Dialami Ibu Hamil :
1.      Perubahan Fisik
a.        Mual Muntah
Ini dapat berlangsung sepanjang hari, pagi hari, siang hari, dapat pula sore hari, dan ada juga ibu hamil yang tidak mengalaminya. Untuk mengatasi rasa mual dan muntah, ibu dapat melakukan tindakan seperti makan makanan kaya protein dan karbohidrat karena keduanya dapat mengurangi rasa mual, bergizi baik, banyak minuman cairan seperti sop, susu atau makan buah-buahan dan sayur-sayuran serta mengkomsumsi vitamin.
b.      Perubahan Payudara
Pada saat hamil, ibu hamil akan merasakan payudaranya lebih besar, terasa penuh, berat, nyeri, areola menghitam, kelenjar keringat pada areoala menjadi menonjol. Perubabahan ini disebabkan oleh meningkatnya hormon estrogen dan progesteron.
2.      Perubahan Psikologi
Pada saat hamil ibu akan mengalami perubahan psikologi pada dirinya antara lain rasa ketidaknyamanan, mudah marah, perasaan tidak menentu yang tidak diketahui apa penyebab demi perasaan tersebut.
3.      Perubahan Emosi
Kehamilan membuat emosi ibu menjadi lebih, oleh sebab itu bidan memberikan konseling kepada ibu hamil tersebut. Konseling yang akan diberikan bidan adalah pedoman diri yang mencakup penerimaan ibu atas kehamilannhya, sikap dan jalan keluar yang diberikan oleh bidan.

4.      Nasehat-nasehat Yang diberikan Bidan pada Ibu Hamil adalah :
-          Ibu hamil agar memperhatikan makanannya
-          Ibu hamil dilarang merokok
-          Ibu hamil dilarang/ harus menghindari pemakaian obat-obatan
-          Bekerja jangan terlalu lelah
-          Ibu hamil harus istrahat yang cukup dan teratur
-          Ibu hamil melakukan perawatan payudara
Dalam hal ini maka penulis menguraikan satu contoh komunikasi dan konseling pada wanita hamil yang tarjadi antara bidan dan pasien.
Proses Konseling Bidan Pada Ibu Hamil :
Klien     :  Selamat pagi, ibu Bidan !!
Bidan    :  Selamat pagi, ada sesuatu yang dapat saya bantu ?
Klien     :  Ya Ibu, saya sekarang dalam keadaan hamil 3 bulan, setiap hari merasa mual dan ingin muntah, tidak suka makan, rasanya badan saya tidak enak dan jengkel karena memakai pakaian menjadi tidak rapi.
Bidan    :  Ibu, sudah hamil bulan merasa mual dan ada kejengkelan terhadap perubahan fisik ibu !
Klien     :  Ya Bu..
Bidan    :  Sudah berapa lama ibu menikah ? dan apakah ibu sudah berkeinginan untuk mempunyai anak ?
Klien     :  Saya menikah sudah satu tahun dan memang ingin mempunyai anak..
Bidan    :  Oohh jadi ibu ingin punya anak kan ?
Klien     :  Ya Bu ..
Bidan    :  Sebentar ya Bu, Saya ukur tekanan darah ibu, permisi ya Bu .. (sambil menggulung lengan baju ibu hamil). Bagaimana perasaan ibu dengan kehamilan ini (sambil mengukur tekanan darah ibu).
Klien     :  Senang sekali Ibu, apalagi ini adalah anak pertama saya (sambil tersenyum).
Bidan    :  Pasti keluarga ibu juga senang ya bu, darah ibu normal
Klien     :  Berapa Ibu Bidan
Bidan    :  120/ 80 mmHg
Klien     :  Jadi Ibu Bidan, bagaimana kehamilan saya ini ?
Bidan    :  Begini Bu, kehamilan ibu merupakan suatu proses dari pembuahan (konsepsi) sampai kelahiran janin biasanya 9 bulan 7 hari dan juga kehamilan Ibu merupakan proses alamiah (normal) dan bukan proses abnormal tetapi kondisi normal dapat menjadi abnormal.
Klien     :  Bagaimana dengan kondisi umur kehamilan saya yang sekarang ?
Bidan    :  Pada umumnya ibu hamil pada kehamilan 3 bulan seperti ibu akan mengalami perubahan fisik seperti yang ibu katakan tadi, mual dan ingin muntah, nanti ibu juga enggan makan dan mengidam, dan juga ada perubahan pada payudara ibu, seperti payudara lebih besar dari biasanya, terasa penuh, berat, nyeri kalau ditekan. Areola hitam. Ibu juga akan merasa letih dan merasa ngantuk, dan akan sering BAK dan perut ibu akan terasa panas, dan perut ibu akan terasa kembung dan perih
Klien     :  Jadi, apakah hal-hal yang harus saya lakukan ibu bidan untuk membantu mengurangi masalah atau perubahan fisik yang saya alami ?
Bidan    :  Ada Bu ........! kalau ibu mual muntah, ibu dapat melakukan tindakan seperti makan makanan kaya protein dan karbohidrat seperti nasi putih secukupnya, tetapi kalau ibu kurang selera makan nasi putih, ibu bisa menggantinya dengan makanan bubur beras, cracckers, dan juga ibu memakan daging-dagingan atau telur ayam dan ibu juga harus banyak minum, dan minuman yang mau ibu minum tergantung selera ibu, bisa sop, susu, koktail dan sebagainya yang bisa mengurangi rasa mual dan muntah ibu. Tetapi kalau ibu merasa lebih mual dengan mengomsumsi cairan tadi, ibu bisa ganti dengan makanan padat dengan kandungan air yang lebih tinggi seperti buah, sayuran (selada, melon, jeruk). Dan ibu harus menghindari pandangan, aroma, dan rasa makanan yang membuat ibu merasa mual. Ibu bisa makan lebih sering meskipun belum merasa lapar karena bila lambung kosong, asam lambung akan menyebabkan iritasi. Menyikat gigi dengan pasta gigi yang tidak menyebabkan mual, setiap habis mual kumur dengan obat kumur yang tidak menyebabkan muntah, kalau ibu enggan makan, ibu perlu mengganti makanan dengan yang ibu sukai. Dan perubahan pada payudara ibu itu terjadi pada semua wanita hamil karena bertujuan menyiapkan ibu untuk memberi makan bayi ibu kelak bila lahir. Karena itu, ibu harus menggunakan bra yang menyokong payudara sehingga mengurangi kecendrungan mengendur. Bila ibu merasa letih, ibu perlu banyak beristirahat atau tidak banyak bekerja dan soal ibu yang sering BAK, itu wajar pada ibu hamil seperti ibu tapi ibu bisa mengurangi dengan cara memiringkan tubuh kedepan pada saat ibu BAK, dan juga ibu membatasi minum mulaim pukul 4 sore.tetapi jangan melampaui batas kebutuhan ibu.
Klien     :  Selain yang ibu jelaskab tadi, apakah masih ada yang harus saya perhatikan untuk menjaga kehamilan saya ini bu bidan?
Bidan    :  (tersenyum), masih ada..
Klien     :  Apa hubungannya bu meroko dengan hamil
Bidan    :  Kalau ibu merokok akan meyebabkan bayi lahir prematur, cacat bahkan bisa keguguran
Klien     :  Oooh... seperti itu ya bu bidan
Bidan    :  Selain itu ibu harus menjaga kebersihan diri ibu, istitahat yang cukup, bekerja jangan terlalu berat,melakukan perawatan payudara, pakaian ibu jangan terlalu berat
Klien     :  Untuk apakah saya harus melakukan perawatan payudara, bu bidan?
Bidan    :  Begini bu..sebagian besar wanita hamil putingsusunya tidak menonjol, pada saat ibu tersebut relah melahirkan , bayinya susah minum ASI si ibu. Oleh sebab itu harus dilakukan perawatan payudara agar puting susu ibu menonjol dan bisa mengeluarkan ASI nantinya
Klien     :  Terima kasih ya bu bidan atas penjelasannya
Bidan    :  Sama-sama bu, semoga ibu sehat selalu dan jikalau ada keluhan atau masalah ibu jangan lupa untuk memeriksakannya, ya
Klien     :  Ibu bidan saya akan melaksanakan nasehat-nasehat bu bidan,karena ini menyangkut kesehatan saya dan bayi saya .apapun akan saya lakukan untuk anak saya yang pertama ini
Bidan    :  Bagus bu, saya senang mendengarkannya ingat ya bu, ibu harus banyak istirahat dan makan makanan yang bergizi
Klien     :  BAIK bu bidan permisi ya
Bidan    :  Hati-hati ya Bu...!!!

sumber :

Winarni, Lastri Mei, 19 January 2011. Materi Kebidanan. (http://wordpress.com/konsep-dasar-komunikasi-bidan)

Imunisasi dan Faktor Yang Mempengaruhinya

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 1994)
Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)
Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.

Program Imunisasi
Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000)
Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur. (Abednego, 1997)
Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama. (Depkes RI, 2000)

Pentingnya Imunisasi dan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan pada program imunisasi yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis-B.

Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat menyerang semua golongan umur dan diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia diserang TB denga kematian 3 juta orang per tahun. Di negara-negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di Negara berkembang. (Depkes RI, 1992).

Difteri
Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae merangsang saluran pernafasan terutama terjadi pada balita. Penyakit difteri mempunyai kasus kefatalan yang tinggi. Pada penduduk yang belum divaksinasi ternyata anak yang berumur 1-5 tahun paling banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang diperolah dari ibunya hanya berumur satu tahun.

Pertusis
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Bordotella pertusis pada saluran pernafasan. Penyakit ini merupakan penyakit yang cukup serius pada bayi usia dini dan tidak jarang menimbulkan kamatian. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit ini dapat merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk.

Tetanus
Penyakit tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman bakteri Clostridium tetani. Kejadian tetanus jarang dijumpai di negara yang telah berkembang tetapi masih banyak terdapat di negara yang sedang berkembang, terutama dengan masih seringnya kejadian tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatorum). Penyakit terjadi karena kuman Clostridium tetani memasuki tubuh bayi lahir melalui tali pusat yang kurang terawat. Kejadian seperti ini sering kali ditemukan pada persalinan yang dilakukan oleh dukun kampong akibat memotong tali pusat memakai pisau atau sebilah bambu yang tidak steril. Tali pusat mungkin pula dirawat dengan berbagai ramuan, abu, daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian tetanus neonatorum ini adalah dengan pemberian imunisasi.

Poliomielitis
Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Berdasarkan hasil surveilans AFP (Acute Flaccide Paralysis) dan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini sejak tahun 1995 tidak ditemukan di Indonesia. Namun kasus AFP ini dalam beberapa tahun terkahir kembali ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.

Campak
Penyakit campak (Measles) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus campak, dan termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil. Penyebabnya virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat penderita bernafas, batuk dan bersin (droplet). Penyakit ini pada umumnya sangat dikenal oleh masyarakat terutama para ibu rumah tangga. Dibeberapa daerah penyakit ini dikaitkan dengan nasib yang harus dialamai oleh semua anak, sedangkan di daerah lain dikaitkan dengan pertumbuhan anak.

Hepatitis B
Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Penyakit ini masih merupakan satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi. Prioritas pencegahan terhadap penyakit ini yaitu melalui pemberian imunisasi hepatitis pada bayi dan anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar mereka terlindungi dari penularan hepatitis B sedini mungkin dalam hidupnya. Dengan demikian integrasi imunisasi Hepatitis B ke dalam imunisasi dasar pada kelompok bayi dan anak-anak merupakan langkah yang sangat diperlukan.

Tujuan Pelaksanaan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imuniasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak.
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah.
Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi. Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
Hal-hal yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor) sebagaimana disebutkan oleh Sarwono (1998) adalah sebagai berikut :
Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai berikut apakah pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin ckup tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan sterl, apakah diantara 6 penyakit yang dapat discegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.
Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti prgram cukup berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berabrti program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula memonotoring evaluasi pemakaian vaksin. (Notoatmodjo, 2003)

Jadwal Pemberian Imunisasi
Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005)

Vaksinasi DPT
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005)


Vaksinasi Polio
Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung viruis polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005)

Vaksinasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005)

Manfaat dan Efek Samping Imunisasi
Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991).
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan. (Depkes, 2000)

Karakteristik Ibu
Penyebaran masalah kesehatan berbeda untuk tiap individu, kelompok dan masyarakat dibedakan atas tiga macam yaitu : Ciri-ciri manusia/karakteristik, tempat dan waktu. Menurut Azwar,Azrul (1999) salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan di masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik .Yang termasuk dalam unsur karakteristik manusia antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,status sosial ekonomi,ras/etnik,dan agama.Sedangkan dari segi tempat disebutkan penyebaran masalah kesehatan dipengaruhi oleh keadaan geografis, keadaan penduduk dan keadaan pelayanan kesehatan.Selanjutnya penyebaran masalah kesehatan menurut waktu dipenaguruhi oleh kecepatan perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya suatu penyakit. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi dasar bayi juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan faktor tempat,dalam hal ini adalah jarak rumah dengan puskesmas/tempat pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini ,karakteristik ibu yang peneliti diteliti adalah :

Umur
Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat resistensi.Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,N.N,2000)
Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) .
Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam Ali,Muhammad,2002).Penelitian Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan imunisasi campak adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI: 1.21 -5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim D.P.(2001) menunjukkan bahwa karakteristik ibu yang erat hubungannya dengan status imunisasi campak anak umur 9-36 bulan adalah: umur ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian.

Pendidikan
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu.(Ali,Muhammad,2002).
Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Slamet, Singarimbun (1986), juga menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%.Berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah.

Status Sosial Ekonomi
Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu :a).Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau mendapatkan pelayanan kesehatan,b).Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.(Azwar,Azrul, 1999).Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik.Status sosio ekonomi erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.Status ekonomi berhubungan erat pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.Noor,N.N (2000).
Hollingshead dan Redlich (dalam Azwar,Azrul,1999) dalam melakukan penelitian sosial menggunakan indikator pekerjaan, pendidikan dan keadaan tempat tinggal dalam menentukan status sosial ekonomi.Sedangkan Parker & Bennet memakai indikator pendapatan,pendidikan,jumlah anak dan sikap terhadap kesehatan.
Hasil penelitian Ramli,M.R(1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi diantaranya adalah : faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. Jarak antara rumah responden dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat, sebagian besar (78%) adalah kurang dari 1 km. Jarak kurang dari 1 km ini masih tergolong dekat. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan,diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya untuk kesehatan keluarganya.Sejalan dengan Ramli,kesimpulan penelitian Idwar (2001) juga menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak dekat dibandingkan yang jauh sebesar 1,01 kali. Sedangkan untuk jarak sedang dibandingkan dengan jarak jauh tidak terlihat adanya hubungan yang bermakna. Ibu akan mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan aktivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda.
Selanjutnya Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu melakukan imunisasi dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000).
Pada masa yang akan datang di Indonesia akan terjadi perubahan dari negara agraris menjadi negara industri. Dengan terjadinya peralihan itu, mengakibatkan banyak tenaga kerja yang kemungkinan tidak akan tertampung di sektor industri, sehingga sebagian besar diantaranya akan terjun ke lapangan kerja informal. Sementara itu, karena adanya perbaikan pendidikan dan perhatian terhadap perempuan menyebabkan semakin meningkatnya tenaga kerja perempuan, baik di sektor formal maupun informal.batasan Ibu yang bekerja adalah ibu – ibu yang melakukan aktifitas ekonomi mencari penghasilan baik di sektor formal maupun informal, yang dilakukan secara reguler di luar rumah.Tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap anaknya termasuk perhatian ibu pada imunisasi dasar anak tersebut.
Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang. Begitupun, walau tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja.Namun menurut hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000),justru menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja.

Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Program Imunisasi
Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. (Azwar, 1996)
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Slamet (1999), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari atau kondisi yang sebenarnya, analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Evaluasi ini terkait dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi/ balita sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen-komponen pendorong yang menggambarkan faktor-faktor individu secara tidak langsung berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang mencakup beberapa faktor, terutama faktor pengetahuan ibu tentang kelengkapan status imunisasi dasar bayi atau anak. Komponen pendukung antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000)
Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan dan hidup sehat. Slamet (1999) menegaskan bahwa wawasan pengetahuan dan komunikasi untuk pengembangan lingkungan yang bersih dan sehat harus dikembangkan yaitu dengan pendidikan dan meningkatkan pengetahuan. Dengan adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada para ibu sebagai anggota masyarakat memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan.
Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta informasi yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang serta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi bayi tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan. (Slamet, 1999)
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau kelompok masyarakat disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan kemampuan (perilakunya) untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi anak/ bayi, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Tahap pendidikan sangat menentukan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dalam kehidupannya baik dilingkungan sosial maupun dilingkungan kerjanya. (Notoatmodjo, 1996)
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.(Ali,Muhammad,2002).
Sebagai contoh adalah hasil beberapa penelitian yang menyebutkan peningkatan status kelengkapan imunisasi bayi/ anak akan meningkat seiring meningkatnya pendidikan dan pengetahuan ibu. Diantaranya menurut Singarimbun (1986), menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%. Syahrul,Fariani.,dkk (2002) dalam kesimpulan penelitiannya juga mengemukakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahun ibu dan keterpaparan informasi dengan status imunisasi,tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi sebagian besar (73,0%) sudah baik Namun demikian juga masih didapat sebagian kecil (4%) yang tergolong kurang.
Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang ibunya tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah, radio, TV), dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak, semakin besar kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.Selanjutnya Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-ibu yang tahu tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam Ali,Muhammad,2002),dari suatu penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga dalam hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta hambatan lainnya (23-37%).
Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Hasil penelitian Ramli,M.R(1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi adalah : pengetahuan ibu tentang imunisasi , faktor jumlah anak balita, faktor kepuasan ibu terhadap pelayanan petugas imunisasi, faktor keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu dan faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi.
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi.Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan yang memadai tentang hal itu diberikan.Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.(Ali,Muhammad,2002)

Sumber :
Abednego, H.M, Strategi dan Pengembangan Program Imunisasi Di Indonesia Menjelang Abad 21, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1997
Ali,Muhammad , Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja Tentang Imunisasi, Medan,2002.http://library.usu.ac.id/modules.php. op=modload [16 Januari,2008 ]
Azwar, Azrul,Pengantar Epidemiologi, Binarupa Aksara,Jakarta1999

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More